MAKALAH
KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN
" TEKNIK KOMUNIKASI PSAIEN
DENGAN BAHASA ASING (JEPANG)"
Disusun
oleh Kelompok 3
6. Nur Faiqoh (12.092)
7. Oni Oktaviani (12.062)
8. Ragil Cahyono W. (12.036)
9. Retno Winarsih (12.025)
1. Khisbulloh (12.049)
2. Kris Yosi
R. (12.004)
3. Lilis
Daryanti (12.053)
4. Minhatul
Mughis (12.074)
5. M. Nur Arifin (12.051) 6. Nur Faiqoh (12.092)
7. Oni Oktaviani (12.062)
8. Ragil Cahyono W. (12.036)
9. Retno Winarsih (12.025)
Kelas
: 1 C
AKADEMI PERAWATAN (AKPER)
SERULINGMAS
Jl.Raya Maos No.505 Maos-Cilacap 53272 Telp. dan
Fax.(0282) 695452
CILACAP
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Klausa adalah
satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkontruksi predikatif. Artinya
dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frasa yang berfungsi
sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek dan
sebagai keterangan (Chaer: 2003).
Dalam tataran
sintaksis,klausa berada di atas tataran frasa dan di bawah tataran kalimat.
Tempat jikalau dalam sintaksis adalah berfungsi sebagai pengisi kalimat, dan
tempatnya adalah didalam kalimat juga berpotensi membentuk kalimat. Yang wajib
pada klausa adalah berfungsi subjek dan predikat,sedangkan yang lain tidak
wajib.
Demikian pula
dalam bahasa Jepang, Koizumi (1995) menyatakan bahwa “hitotsu ijoo no tanbun o
fukumu bun o ‘fukubun’ to yobu ga, fukubun de wa, bun to bun to no aida no
setsuzoku ga mondai to naru. Nao, fukubun no koosei suru bun o ‘setsu’ to iu.
Artinya, kalimat yang terdiri lebih dari satu kalimat tunggal disebut kalimat
majemuk, dalam kalimat majemuk tersebut dibentuk oleh klausa.
Seperti
dikemukakan terdahulu, yang wajib ada dalam sebuah klausa adalah subjek dan
predikat, maka jenis klausa dalam bahasa Indonesia misalnya, dibagi menurut
jenis predikatnya. Antara lain, ada yang disebut klausa verbal yang tentunya
predikatnya berupa verba, klausa nomina yang predikatnya berupa nomina atau
frase nomina, lalu klausa adjektival, klausa adverbial, klausa preposisional,
dan klausa numeral.
B. Tujuan
1. Untuk
mengetahui cara bekomunikasi dengan bahasa jepang
2. Untuk
memberikan pengetahuan tentang cara berkomunikasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bahasa jepang termasuk dalam rumpun bahasa Ural Alta, namun dalam
perkembangannya tidak menunjukkan hubungan yang nampak secara langsung
dengan rumpun bahasa Ural Alta seperti korea dan Mongolia, kemungkinan
besar hal ini disebabkan oleh sistem pemerintahan dan masyarakat yang
tertetup, sehingga rumpun bahasa tersebut berkembang dengan sendirinya,
dalam penulisan aksara jepang yang disebut kanji meminjam dari aksara
bangsa cina namun sistem pengucapan atau cara baca disesuaikan bahsa
jepang.
B.
Ciri
Umum Bahasa Jepang
Secara umum bahasa jepang mempunyai cirri sebagai berikut :
1.
Berlawanan
dengan bahasa indonesia yang menganut sistem D.M
(Diterangkan Menerangkan), bahasa jepang menganut sistem M.D. (Menerangkan
Diterangkan) jadi dalam bahasa jepang kata yang menerangkan terletak di
depan kata yang diterangkan, berikut contohnya :
a.
Indonesia
Jepang Keterangan (Masakan jepang Nihon no ryori)
1)
Nihon =
jepang
2)
Ryori =
masakan
b.
Buku saya (Watashi
no hon)
1)
Hon =
buku
2)
Watashi =
saya
c.
Perusahaan
printer Purinta no kaisya
1)
Purinta =
printer
2)
Kaisya =
perusahaan
2.
kata benda
dalam bahasa jepang pada umumnya tidak mempunyai bentuk jamak, jadi ada
menunjuk pada satu televisi (terebi) akan sama dengan menunjuk
televisi yang lebih dari satu, biasanya untuk membedakan televisi yang
banyak terdapat
a.
Sekarang saya
minum teh (Ima watashi wa ocha o nomimasu)
b.
Sekarang saya
tidak minum teh (Ima watashi wa ocha o nomimasen)
c.
Kemarin saya
minum teh (Kino watashi wa ocha o nomimashita)
d.
Kemarin saya
tidak minum teh (Kino watashi wa ocha o nomimasendeshita)
e.
Sekarang saya
sedang minum teh (Ima watashi wa ocha o nonde imasu)
C. Contoh Gambar Komunikasi dan Kamus Bahasa
Jepang
1.
Berkomunikasi
2. Kamus dalam Bahasa Jepang
D. Jenis – Jenis Klausa dalam Bahasa Jepang
Berikut ini adalah jenis klausa dalam bahasa Jepang
1. Ju’isetsu ‘Klausa Subordinatif”
Menurut Koizumi (1995) dalam bahasa Jepang dibagi terdiri atas:
a. Meishisetsu
‘klausa nomina, yaitu klausa yang menunjukkan pelaku, tindakan, tujuan pelaku dan lain-lain. Klausa nomina ini
bisanya dibentuk dengan menambahkan ‘koto’ atau no setelah verba atau
adjektiva. Misalnya contoh (1) dan (2) berikut.
1) かれが来たには、午後10時ごろだった。Kare ga kita no wa, gogo 10 ji goro
datta.
yang
menjadi inti adalah klausa ‘kare ga kita’ yang merupakan klausa verba, ketika
ditambah partikel no maka klausa tersebut berubah menjadi klausa nomina.
Sedangkan pada kalimat
2) いつも挨拶することは、いいことだ。Itsumo
aisastu suru koto wa, ii koto da.
proses
nominalisasi terjadi pada klausa belakang dengan penambahan koto pada adjektiva
ii.
Pembentukan seperti ini juga sering
terlihat pada bentuk formal seperti pada contoh berikut. Selain itu, dapat juga
digunakan pada kalimat perintah dan klausa pertanyaan seperti contoh (3) dan
(4) berikut.
3)
明日送れないこと。Asu
okurenai koto. (meireibun)
sering
digunakn dalam bentuk formal,.terutama dalam penulisan peraturan di
lembaga-lembaga resmi.
4)
A. 健二は花子に(映画を見に行くか)聞いた。Ken’ji wa Hanako ni
(eiga o mi ni iku ka) kiita.
B. 健二は花子に映画を見に行くかを聞いた。Ken’ji wa hanako ni eiga
o mi ni iku no ka o kiita.
merupakan
penggabungan dua klausa dengan penambahan partikel no pada klausa verbanya,
sehingga menjadi satu kalimat yang lengkap
Pada waktu kita mengutip kalimat
pun,dapat digunakan pembentukan ini, tetapi biasanya ditambahkan partikel to.
Misalnya contoh (5) berikut.
5) 日本語は難しいと言われた。Nihongo wa
muzukashii to iwareta.
Bentuk pengutipan
seperti kalimat (34), sering digunakan pula pada klasua lisan sehari-hari.
b. Keiyooshisetsu
’klausa adjektiva’yaitu klausa yang pada struktur modifikator membentuk kalimat
modifikasi bila bagian utama/yang diterangkan itu merupakan nomina., Klausa
adjektiva ini juga sering disebut dengan rentaisetsu,’klausa relatif’ karena
klausa memiliki hubungan memodofikasi nomina.
1)
花子は赤い靴を買った。Hanako
wa akai kustu o katta.
2)
花子が買った靴は赤いだ。Hanako
ga katta kutsu wa akai da.
Pada kalimat diatas terjadi nominalisasi
dari frasa ‘kustu o katta’ menjadi katta kutsu, Lalu terjadi perpindahan
adjektiva akai. Klausa adjektiva dalam bahasa Jepang tidak ada kankei daimeishi
‘pronomina relatif’ karenanya adjektiva ditempatkan langsung didepan bagian
yang dimodofikasi yaitu katta kutsu. Dalam hubungan urutan kata, karena kata
yang mengandung klausa adjektiva ini akan mengikuti dibelakang, maka cocok bila
disebut ‘gokooshi ‘postcedent’.
c. Fukushisetsu’klausa
adverbial’.
Klausa jenis ini yaitu klausa yang pada struktur
modifikator menunjukkan pemasangan bentuk formal pada modifikator bila berisi
kalimat pada bagian utamanya. Secara teori, cara memodifikasi berhubungan
dengan klausa tempat, klausa waktu, klausa syarat, klausa konsensi, klausa
hasil, klausa alasan, dan klausa tujuan. Pada hal lain akan bersambung pula
dengan klausa keadaaan dan klausa perbandingan. Misalnya contoh klausa tersebut
dapat dilihat pada contoh berikut.
1) 家から学校まで自転車に乗っている。Ie
kara gakko made jitensha ni notte iru.
2) 勉強する前に、ラジオを聞く。Benkyo suru mae
ni, rajio o kiku.
Klausa nomor (1) dan
(2) tersebut masing-masing merupakan
klausa tempat yang ditunjukan dengan partikel kara dan made
3) この道まっすぐに行くと、大きなデパートがある。Kono
michi massugu iku to, ookina depaato ga aru. merupakan klausa waktu yang
ditunjukan dengan kata mae ni,
4) 頭が痛いから、今日は行かない。Atama
ga itai kara, kyo wa ikanai. adalah klausa persyaratan yang ditandai dengan
partikel to
5) 試験ができるように、今晩頑張って勉強する。Shiken
ga dekiru youni, konban ganbatte benkyou suru.
merupakan klausa sebab akibat dengan bercirikan partikel kara
6) このかばんはそのかばんより値段が高い。merupakan
klausa keadaan dengan digunakannya yooni
7) Kono
kaban wa sono kaban yori nedan ga takai. merupakan klausa perbandingan dengan
ciri digunakan partikel yori.
Para pakar umumnya berpendapat bahwa
yang disebut dengan klausa relatif (selanjutnya disingkat KR) adalah klausa
terikat yang diawali oleh pronomina relatif yang. Misalnya, yang sedang belajar
dalam kalimat Yang sedang belajar di perpustakaan itu adalah mahasiswa jurusan
bahasa Jepang. Dengan demikian, tampak bahwa klausa terikat yang sedang belajar
pada contoh kalimat tersebut merupakan klausa yang tidak dapat berdiri sendiri
sebagai kalimat lengkap, tetapi dapat menjadi kalimat minor dengan intonasi
final. Keterikatan klausa tersebut dengan klausa lainnya tampak pada kalimat
majemuk (Kridalaksana: 2001).
Pembentukan KR bahasa Jepang sama halnya
dengan pembentukan KR bahasa Indonesia, yaitu KR mendahului klausa inti. Secara
semantis, makna yang terkandung dalam KR tersebut dapat mengungkapkan makna
yang berlainan.Misalnya:
1) 田中さんは食べたステーキは高かったです。
Tanaka san ga tabeta sute-ki wa takakatta desu.
‘Steak yang dimakan
(lkala ampau) oleh Tanaka harganya mahal.’
2) ステーキがおいしいレストランを知りませんか。Sute-ki
ga oishii resutoran o shirimasenka.
‘Apakah Anda tahu
restoran yang menjual steak enak?’
Berdasarkan contoh-contoh yang telah
dikemukakan dinyatakan bahwa sesuai dengan kaidah bahasa Jepang, verba (V) dan
Adjektiva (Adj), mengalami konjugasi yang disesuaikan dengan kebutuhan makna
kalimat. Misalnya, Adj takai ‘mahal’ seperti pada contoh (15) melalui teknik
lesap dan substitusi menghasilkan Adj takakatta ‘mahal / kala lampau).
Tata cara pembentukan KR bahasa Jepang
mengalami beberapa tahapan yang bersifat kesinambungan. Misalnya,
1) ジョンはステーキを食べました。Jhon
wa sute-ki o tabemashita.
‘Jhon makan steak. tersebut,
tampak bahwa Jhon berfungsi sebagai topik kalimat dengan pemarkah topik wa.
Sute-ki ‘steak’ berfungsi sebagai objek dengan pemarkah o. Melalui pemanfaatan
teknik lesap dan substitusi, partikel o yang muncul setelah objek kalimat dapat
disubstitusikan oleh partikel wa sehingga menghasilkan.
2) そのステーキはおいしかったです。Sono
steak wa oishikatta desu.
‘Steak itu (rasanya)
enak.’ Melalui teknik lesap dan teknik substitusi, partikel wa dapat dilesapkan
kemudian disubstitusi oleh partikel o yang hadir setelah pronomina Jhon
menghasilkan kalimat seperti pada (18) berikut. Selain itu, melalui teknik
permutasi (perpindahan posisi), partikel o yang hadir setelah objek steak
seperti pada (17.a) dapat hadir setelah pronomina Jhon, dan nomina steak dapat
dibubuhi partikel wa sehingga membentuk KR seperti pada contoh berikut.
3) ジョンを食べたステーキはおいしかったです。Jhon
o tabeta suteki wa oishikatta desu.
‘Steak yang telah
dimakan Jhon (rasanya) enak.’
4) ジョンが食べたステーキはおいしかったです。Jhon
ga tabeta sute-ki wa oishikatta desu.
‘Steak yang dimakan
Jhon (rasanya) enak.’ Melalui teknik perluasan, yaitu dengan menambahkan
adverbia temporal kinou ‘kemarin’ dan lokasional resutoran de’ di restoran’,
5) きのうこのレストランでジョンを食べたステーキはおいしかったです。Kinou
kono resutoran de Jhon o tabeta sute-ki wa oishikatta desu.
‘Steak yang kemarin dimakan Jhon di
restoran itu (rasanya) enak.’
Contoh berikut menunjukan bahwa
pengungkapan KR bahasa Jepang dapat dibentuk melalui teknik lesap, teknik
substitusi, dan teknik perluasan (+ iru), V oshieru ‘mengajar’ seperti pada
contoh (6) berikut sehingga membentuk satuan predikat oshiete iru ‘mengajar’ (progresif).
Akan tetapi, melaui teknik perluasan ke kiri watashi ‘saya’ dan perluasan ke
kanan, yaitu dengan menambahkan adverbia yoku benkyou suru ‘belajar dengan
baik’, seperti pada contoh (7) dapat mengakibatkan ambiguitas dalam pemaham
makna kalimat.
6) 日本語を教えている先生は小林先生です。Nihongo
o oshiete iru (Kala kini) sensei wa Kobayashi sensei desu.
‘Guru yang mengajar
bahasa Jepang itu adalah guru Kobayashi.’
7) 私が日本語を教えてあげた小林先生はよく勉強する。Watashi
ga Nihongo o oshieta Kobayashi sensei yoku benkyou suru.
a) Kobayashi
sensei yang mengajari bahasa Jepang kepada saya, belajar dengan baik.’
b) Sepengetahuan
saya, Kobayashi sensei yang mengajar bahasa Jepang, belajar dengan baik.’
Selain itu, perlu
dikemukakan bahwa pembentukan KR dapat dilakukan melalui konjugasi dengan verba
sehingga dapat mengungkapkan sistem kala dalam bahasa Jepang. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada contoh-contoh berikut.
8) ジョンは本を読む。Jhon
wa hon o yomu.
Jhon sedang membaca
buku.’
9) ジョンは読む本を続ける。Jhon wa yomu hon
o tsuzuketa.
‘Jhon sudah melanjutkan
membaca buku (yang dibacanya).’
10) ジョンは読んだ本を続ける。Jhon
wa yonda hon o tsuzuketa.
‘Jhon sudah melanjutkan
membaca buku (yang sudah dibacanya).’
11) ジョンは読んでいる本を続ける。Jhon
wa yonde iru hon o tsuzuketa.
‘Jhon sudah melanjutkan
membaca buku (yang sedang dibacanya).’
12) ジョンは読んでいた本を続ける。Jhon wa yonde
ita hon o tsuzuketa.
‘Jhon sedang melanjutkan membaca
buku (yang sedang pada saat itu dibacanya).’
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian
tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa seperti halnya dalam bahasa-bahasa yang
lain, dalam tataran gramatika bahasa Jepangpun terjadi perbedaan sudut pandang
yang cukup beragam sehingga memunculkan peristilahan yang beragam pula. Dalam
hal klausa bahasa Jepang, khususnya klausa relatif sangat produktif sehingga
sangat kompleks untuk dibahas dengan rinci pada makalah ini, terutama yang
belum terbahas dengan tuntas adalah bentuk-bentuk modifikator apabila
modifikatornya itu adalah kelompok yoogen.
B.
Saran
Penulis sudah berusaha menyajikan yang terbaik, penulis meminta para
pembaca untuk memberikan masukan untuk membangun, karena setiap makalah masih
ada kekurangaan dan kelebihan.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwasilah,
C. Yahya, S. 1991. KULIAH Teori Linguistik. Bandung: Tunas Putra.
Chaer,
A. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Dahidi, A. 2001.
Perbedaan Intonasi dan Aksen dalam Bahasa Jepang. Bandung: Pasca Sarjana
UPI.
Inoue Wako.
1976. Henkei bunpo to Nihongo (Jo. Ge) ‘Tatabahasa Transformasi dan Bahasa
Jepang’
(Edisi 1 & Edisi 2) Taishukan Shoten.
Isao,
I. (2001). Atarashii Nihongogaku Nyuumon. Tokyo: Three A Network.
Kageyama Taro.
1980. Nichie Hikaku Goi no Koozoo. ‘Studi Konstrastif Kosakata Bahasa
Jepang
– Bahasa Inggris’. Tokyo : Matsuhakusha.
Kindaichi
Haruhiko. 1957. Nihongo.’ Bahasa Jepang’. Tokyo : Iwanami Shoten.
Koizumi,
Tamotsu. 1993. Nihongo Kyooshi no Tame no Gengogaku Nyuumon.
‘Linguistik
Bagi Para Calon Guru Bahasa Jepang’ Tokyo: Taishukan Shoten.
, 1990. Gengogaku Nyuumon.
‘Linguistik’. Tokyo: Taishukan Shoten.
Kuno
Susumu. 1973. Nihon Bunpoo Kenkyuu ; Studi Gramatika Bahasa
Jepang’.
Tokyo : Taishukan.
Lyons,
John. 1968. Introduction to Theoretical Linguistics. New York :
Cambridge Press.
( Edisi Bahasa Indonesia terjemahan I. Soetikno. 1995. Pengantar Teori
Linguistik.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.).
Lyons,
J. (1995). Teori Linguistik Umum. Yogyakarta: UGM Press.
Miaji, . et al. (1994).
Ronbun Repouto no Kakikata. Tokyo: Meijishoin.
Murcia, Marjanne
Gelce & Diane Larsen-Freeman. 1999. The Grammar Book. An ESL/EFL
Teacher’s Course
(Second Edition).
Nishida,
Tatsuo. et. al. 1986. Gengogaku o Manabu Hito no Tame ni ‘Bagi
Orang-orang
yang Belajar Linguistik’. Tokyo : Sekai Shisooka.
Okutsu,
Keiichiro. 1996. Seisei Nihongo Bunporon ‘Gramatika Bahasa Jepang -
kajian
Transformasi Generatif, Tokyo : Taishukan Shoten.
Samsuri.
1987. Analisa Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Shibatani,
Yukio. 1993. Nihongo no Bunseki Seisei bunpo no Houhou. Taihukan Shoten.
Shibatani
Yukio. 1997. Nihongo no Bunseki ‘Analisis Bahasa Jepang’. Taishukan Shoten.
Shibatani,
Masayoshi. 1983. Gengo no Koozoo. ‘Stuktur Bahasa’. Tokyo: Kuroshio Shuppan.
Teramura,
Hideo. 1995. Teramura Hideo Ronbunshu Nihongo Bunpohen, Kuroshio Shuppan.
Teramura,
Hideo. 1988. Nihongo no Shintakusu to Imi II, Kuroshio Shuppan.
Teramura,
Hideo. 1982. Nihongo no Sintakusu I ‘ Sintaksis Bahasa Jepang I’
Tokyo : Kuroshio
Shuppan.______, 1984. Nihongo no Sintakusu II ‘ Sintaksis Bahasa Jepang II’
Tokyo
Kuroshio
Shuppan.____, 1986. Nihongo no Sintakusu III ‘ Sintaksis Bahasa Jepang III’
Tokyo
Kuroshio Shuppan.
Tanaka,
Harumi. et.al. 1978. Gengogaku no Susume ‘Perkembangan Linguistik’. Tokyo:
Taishukan
Shoten.
Tsujimura,
Natsuko. 1997. Japanese Linguistics. Hong Kong: Blackwell Publishers
Verhaar,
J.W.M. 1999. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar